Menyiapkan Generasi Muda Dalam Menghadapi Bonus Demografi 2020-2030

Menyiapkan Generasi Muda Dalam Menghadapi Bonus Demografi 2020-2030

Oleh: Amin Al Adib, S.Psi

Tahun 2020-2030 Indonesia akan mengalami Bonus demografi, yaitu sebuah kondisi komposisi penduduk usia produktif (15-64 tahun) lebih besar dibandingkan dengan penduduk usia non-produktif (di bawah 15 dan di atas 65

tahun) dalam rentang waktu tertentu. Bonus demografi merupakan sebuah peluang (window of opportunity) yang dinikmati suatu negara sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk produktif, yaitu jumlah penduduk usia produktif berjumlah dua kali lipat dari penduduk non-produktif. Hal ini menguntungkan bagi sebuah negara, karena dengan demikian beban ketergantungan atau dukungan ekonomi yang harus diberikan oleh penduduk usia produktif kepada non-produktif (anak-anak dan orang tua) menjadi lebih ringan.

Fenomena bonus demografi di Indonesia jika dilihat dari sisi pembangunan SDM sangat menguntungkan, karena diperkirakan pada tahun 2020-2030 Negara akan memiliki sekitar 180 juta orang berusia produktif, sedangkan usia non-produktif sekitar 80 juta jiwa. Dengan kata lain 10 orang produktif hanya menanggung 3-4 orang usia tidak produktif. Oleh karena itu, bonus demografi dapat menjadi anugrah bagi bangsa Indonesia, dengan syarat pemerintah harus menyiapkan generasi muda yang berkualitas, baik melalui pendidikan, kesehatan, pelatihan, penyediaan lapangan kerja, dan investasi. Namun, jika bangsa bangsa Indonesia tidak mampu menyiapkan generasi muda berkualitas dan lapangan pekerjaan yang cukup, maka akan terjadi pengangguran besar-besaran yang justru menjadi beban Negara (dikutip dari situs www.bkbn.go.id ).

Jika kita amati permasalahan generasi muda saat ini, dari mulai kasus kenakalan remaja seperti pergaulan bebas, sex pra-nikah, mengkonsumsi miras, narkoba, dan HIV/AIDS, ditambah dengan rendahnya keikutsertaan remaja dalam setiap pembangunan, serta sikap apatis terhadap kegiaatan-kegiatan di masyarakat nampaknya perlu adanya penanganan yang serius. Pada permasalahan pernikahan usia dini, Indonesia termasuk negara dengan prosentase pernikahan usia dini tinggi, yaitu urutan 32 dunia dan tertinggi kedua di ASEAN  setelah Kamboja (WHO, 2010). pada kasus sex pranikah, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan sekitar 8% remaja laki-laki mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah, meningkat hampir 2% dibanding tahun 2007. Sedangkan pada permasalahan Narkoba, dinas BKKBN menyebutkan bahwa prevalensi penyalahgunaan Narkoba usia populasi 10-59 tahun mencapai kurang lebih 5 juta jiwa. Jumlah prevalensi pengguna Narkoba yang begitu tinggi, mengakibatkan Indonesia menjadi Negara sasaran peredaran gelap Narkoba. Jika dilihat dari jenis kelamin, laki-laki memiliki prevalensi lebih besar yaitu sekitar 74,5 % dibandingkan perempuan yaitu 25,49%.

Penanganan terhadap permasalahan di atas hendaknya lebih serius lagi. Perlu peran dan sinergitas secara maksimal dari berbagai pihak, baik sekolah, keluarga, pemerintah, dan masyarakat. Di lingkungan sekolah misalnya, penerapan kurikulum 2013 yang menekankan karakter peserta didik harus secara nyata, bukan hanya sekedar formalitas administratif. Kompetensi Guru menjadi titik terpenting dalam penerapan kurikulum 2013 berbasis karakter. Sebaik apapun kurikulum dan sistem dalam satuan pendidikan, apabila tidak dibarengi dengan kualitas Guru yang baik maka tidak akan menghasilkan peserta didik yang unggul. Apalagi diera globalisasi saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi informasi dan komunikasi yang begitu pesat seharusnya dapat memberikan stimulus kepada Guru untuk lebih kreatif dan inovatif dalam setiap proses pembelajaran. Tidak lagi memakai cara lama yang kurang efektif.

Tidak kalah pentingnya, peran keluarga dalam pembentukan karakter anak, karena keluarga merupakan pondasi pertama anak berkembang. Keluarga hendaknya memiliki delapan fungsi menurut BKKBN, sebagai berikut :

  1. Fungsi Agama

Keluarga harus dapat memberi panutan yang baik dalam dalam hal ibadah dan perilaku kepada anak. Menurut Woodworth (Jalaludin, 2010) dalam bukunya Psikologi Agama, bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa insting, diantaranya insting Agama dan spiritual. Belum terlihatnya tindak keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya insting itu belum sempurna. Misalnya, insting sosial pada anak sebagai potensi bawaannya sebagai makhluk homosocius, baru akan berfungsi setelah anak dapat bergaul dan berkemampuan untuk berkomunikasi. Jadi insting sosial itu tergantung pada kematangan fungsi lainnya. Demikian pula insting Agama dan spiritualitas. Oleh sebab itu sejak dini sebaiknya anak diajarkan untuk disiplin dalam hal mengerjakan rutinitas keagamaan.

  1. Fungsi Sosial dan Budaya

Arus globalisasi yang begitu kuat memberikan dampak terjadinya akulturasi atau percampuran budaya satu dengan budaya lain. Sayangnya, akulturasi budaya ini tidak diimbangi dengan kesiapan psikologis generasi muda sehingga terjadi shock culture. Dalam hal ini keluarga dapat memberikan contoh dalam bertutur, bersikap, dan bertindak sesuai dengan budaya yang ada di sekitar serta melestarikan kearifan lokal yang ada.

  1. Fungsi Cinta Kasih

Kebutuhan akan cinta dan kasih bagi setiap orang tidak kalah pentingnya dengan kebutuhan fisiologis seperti makan, minum, dan sex. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa akar permasalahan terbesar remaja berasal dari keluarga. Keluarga yang dapat memberikan cinta dan kasih sayangnya secara maksimal akan menumbuhkan karakter yang baik dalam diri anak, sebaliknya jika keluarga tidak dapat memberikan kebutuhan akan cinta dan kasih saying kepada anak, maka anak akan cenderung melakukan tindakan-tindakan yang melanggar baik norma, atauran yang ada.

  1. Fungsi Perlindungan

Keluarga seharusnya memiliki fungsi perlindungan, yaitu menumbuhkan rasa aman, nyaman, dan hangat dalam diri setiap anggota keluarga. Jalin komunikasi yang baik dan gunakan kalimat-kalimat positif. Budayakan dalam keluarga ucapan maaf dan terimakasih.

  1. Fungsi Reproduksi

Suami-Istri dapat membuat kesepakatan bersama tentang perencanaan jumlah anak, jarak kelahiran, dan kesehatan reproduksi.

  1. Fungsi Pendidikan

Fungsi pendidikan yaitu mendorong anak untuk dapat mengenyam pendidikan baik formal maupun nonformal. Dukungan orang tua tidak hanya pada materi saja, namun juga dukungan mental. Saat ini standar kompetensi yang diterapkan di setiap jenjang pendidikan cukup tinggi, jika anak tidak mendapatkan dukungan yang baik dari orang tua, anak akan sulit mencapai standar tersebut.

  1. Fungsi Ekonomi

Orang tua bertanggung jawab dalam memenuhi setiap kebutuhan keluarganya. Keluarga dapat membuat skala prioritas kebutuhan baik secara rutin maupun berkala. Anak dapat diajak untuk berdiskusi tentang kebutuhan-kebutuhan tersebut, tentunya dengan porsi yang sesuai dengan perkembangan usia mereka.

  1. Fungsi Pembinaan Lingkungan

Terkadang pembinaan lingkungan terhadap anak dianggap hal yang sepele dan cenderung diabaikan. Padahal mengajarkan anak untuk menjada dan memelihara lingkungan sangat penting. Kebiasaan masyarakat kita membuang sampah sembarangan dan kurang menjaga lingkungan salah satu faktornya adalah pendidikan sejak dini. Jika sejak dini anak sudah diajarkan membuang sampah di tempat sampah, dan menumbuhkan kesadaran bahwa antara manusia dan lingkungan atau alam saling berkaitan. Jika kita merawat lingkungan, alampun akan memberikan kebaikan kepada kita, dan sebaliknya.

 

Saat ini keterlibatan generasi muda dalam proses kegiatan pembangunan di masyarakat masih tergolong rendah. Jika kita amati prosentase pemuda yang mengikuti kegiatan organisasi di masyarakat cenderung lebih banyak yang bersikap apatis. Disinilah peran pemerintah dan masyarakat untuk merangkul generasi muda dalam setiap kegiatan pembangunan. Dalam kehidupan masyarakat misalkan, lestarikan kegiatan-kegiatan rutin baik dari sisi agama, kesenian, olahraga, seperti Tahlilan, Mujahadah, pengajian, seni tari, kompetisi sepakbola, dan lain sebagainya serta berikan tanggung jawab kepada kelompok-kelompok remaja untuk menjalankan sebuah program dari pemerintah baik desa, kecamatan, maupun kabupaten.

Menyiapkan generasi muda dalam menghadapi bonus demografi bukanlah persoalan yang mudah. Butuh sinergitas dari berbagai pihak dan kerjasama lintas sektor mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah. Jadi mari, sebagai bagian dari maysarakat yang baik kita berperan optimal, apapun status peran kita saat ini untuk generasi muda yang berkarakter menuju bonus demografi 2030.